Kamis, 25 September 2014

Hasil Voting Paripurna DPR: 226 Pilih Pilkada Melalui DPRD, 135 Pilih Pilkada Langsung



DPR RI melaksanakan rapat paripurna hingga Jum’at dini hari (26/9/2014). Setelah melalui pembahasan yang alot mengenai RUU Pilkada, akhirnya DPR RI melakukan voting. Hasilnya, mayoritas anggota DPR yang hadir pada saat paripurna mendukung agar pilkada dilaksanakan melalui DPRD.
Dalam voting tersebut terdapat 2 opsi, yaitu Pilkada Lewat DPRD atau Pilkada Langsung. Voting dihadiri oleh 361 orang anggota DPR. Hasilnya, 226 anggota DPR mendukung pilkada lewat DPRD, dan 135 anggota DPR mendukung pilkada langsung.

Berikut ini rincian hasil votingnya:
PDIP
DPRD: 0
Langsung: 88
Abstain: 0

Golkar
DPRD: 73
Langsung: 11
Abstain: 0

PKS
DPRD: 55
Langsung: 0
Abstain: 0

PAN
DPRD: 45
Langsung: 0
Abstain: 0

PPP
DPRD: 32
Langsung: 0
Abstain: 0

Gerindra
DPRD: 22
Langsung: 0
Abstain: 0

PKB
DPRD: 0
Langsung: 20
Abstain: 0

Hanura
DPRD: 0
Langsung: 10
Abs: 0

FPD
DPRD: 0
Langsung: 6
Abstain: 0

Total Voting:
DPRD: 226
Langsung: 135
Abstain: 0

(dakwatuna/hdn)
Sumber :
=================================================================================

Gagalnya Lobi Jokowi

Rapat paripurna DPR RI pengambilan keputusan Rancangan Undang-Undang Kepala Daerah (RUU Pilkada) berlangsung sangat dramatis.
Dua pekan yang lalu kubu dari poros koalisi Prabowo-Hatta (Koalisi Merah Putih) sempat diatas angin ketika suara Partai Demokrat mendukung Pilkada lewat DPRD. Namun tiga hari jelang Rapat Paripurna peta seketika berubah saat SBY bersuara dan mendukung Pilkada Langsung.
Sinyal dukungan SBY dan Demokrat ini membuat kubu poros Jokowi-JK tampak kegirangan bakal menang di Paripurna DPR. Bahkan pendukung fanatik Jokowi-JK di sosial media meluapkan kegembiraannya dengan twit-twit mereka di twitter. Tak ketinggalan Fadjroel Rachman lewat akun @fadjroeL yang selama ini berseberangan dengan SBY, tapi kali ini merasa senang atas sinyal dukungan SBY. 
Hari H Rapat Paripurna (Kamis, 25/9/2014) media-media pro Jokowi-JK juga sangat antusias dan gembira dimana prediksi mereka kubu koalisi Jokowi-JK akan memenangkan pertarungan ini. TEMPO yang merupakan salah satu media pro Jokowi-JK bahkan membuat prediksi kemenangan kubu Jokowi-JK lewat tulisan yang berjudul "Peta RUU Pilkada: Kubu Prabowo 233, Jokowi 237". 

Peta RUU Pilkada: Kubu Prabowo 233, Jokowi 237
Rapat paripurna pengambilan keputusan Rancangan Undang-Undang Kepala Daerah tak dihadiri seluruh anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Dari Koalisi Merah Putih, Partai Golkar adalah fraksi yang anggotanya paling banyak bolos. Adapun dari kubu penyokong Joko Widodo, adalah Fraksi Hanura.
Merujuk absensi sekretariat DPR hingga pukul 13.00 WIB, jumlah legislator Golkar yang hadir hanya 92 orang. Padahal total anggota fraksinya adalah 104. Sedangkan Hanura hanya 8 dari 17 anggota fraksi. 
Ketidakhadiran legislator dua fraksi ini berpengaruh besar pada paripurna yang membahas Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah tersebut. Sebab paripurna dipastikan berujung pada mekanisme voting terbuka.
Kubu dari poros koalisi Prabowo-Hatta menghendaki pilkada melalui DPRD. Sementara kubu Jokowi-JK menolak penghapusan pilkada langsung. 
Ketidakhadiran para wakil rakyat itu sekaligus menyeimbangkan kekuatan kubu Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK bila digelar voting. Sebab jumlah legislator yang berada di bawah kubu Prabowo-Hatta sebanyak 233 orang. Adapun dari kubu Jokowi-Jk ditambah Partai Demokrat mencapai 237 orang. Selisihnya hanya 4 orang.
Legislator PDI Perjuangan, Arif Wibowo, berupaya menggaet kekuatan dengan melobi anggota fraksi kubu Prabowo-Hatta. Bila berhasil, kata dia, kubu Jokowi-JK bakal menang dalam voting. "Tapi mari kita lihat nanti," ujarnya.
Nusron Wahid dari Fraksi Golkar menyatakan sebagian anggotanya tidak perlu dilobi. Mereka sudah menetapkan diri untuk mendukung pilkada langsung. "Ini persoalan hati nurani," katanya.
Namun Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan Romahurmuziy mengatakan lobi yang dilakukan PDI Perjuangan tidak akan mempan. Dia meyakini partai yang berada di garis koalisi Prabowo-Hatta masih tetap solid. "Saya sering dihubungi orang PDIP tapi saya katakan tidak bisa (mendukung pilkada langsung)."

(sumber: http://www.tempo.co/read/news/2014/09/25/078609625/Peta-RUU-Pilkada-Kubu-Prabowo-233-Jokowi-237)

Namun hasil akhir Paripurna DPR membuat kubu Jokowi-JK terkejut dan shock. Mereka kalah telak hanya mendapat 135 suara, sangat jauh dibanding kubu Prabowo-Hatta dengan 226 suara yang mendukung opsi Pilkada lewat DPRD. (Baca: Koalisi Merah Putih Menangkan RUU Pilkada, PKS: Soliditas Kami Sudah Teruji!
Kubu Jokowi-JK merasa telah ditipu oleh Demokrat. Demokrat yang katanya mendukung opsi Pilkada Langsung ternyata mereka walkout saat voting. Demokrat hanya menyisakan 6 anggotanya yang turut mendukung kubu Jokowi-JK. 
Kekecewaan kubu Jokowi-JK ini pun disuarakan TEMPO lewat tulisannya yang berjudul "RUU Pilkada, Kubu Jokowi Merasa Dibohongi Demokrat".

RUU Pilkada, Kubu Jokowi Merasa Dibohongi Demokrat
TEMPO.CO, Jakarta - Partai pengusung presiden dan wakil presiden terpilih Joko Widodo-Jusuf Kalla merasa ditipu oleh Partai Demokrat dalam sidang paripurna pengesahan revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah. Sebabnya, partai besutan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu memilih hengkang dari sidang setelah kubu Jokowi-JK tunduk pada opsi yang mereka ajukan.
"Kami merasa ditinggalkan, kami dizalimi," kata Yasona Laoli, juru bicara Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, dalam sidang paripurna di Kompleks Parlemen Senayan, Jumat dini hari, 26 September 2014. (Baca juga: Peta RUU Pilkada: Kubu Prabowo 233, Jokowi 237)
Sidang paripurna akhirnya memutuskan pemilihan kepala daerah dilakukan melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Keputusan itu diambil setelah kubu pendukung pilkada langsung dari poros koalisi Joko Widodo-Jusuf Kalla kalah telak dari kubu Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, pendukung pilkada melalui DPRD, melalui sistem voting atau pemungutan suara terbanyak.
Koalisi Jokowi-JK yang terdiri atas PDI Perjuangan, Partai Kebangkitan Bangsa, serta Partai Hati Nurani Rakyat hanya mampu mengumpulkan 125 suara. Jumlah itu termasuk pecahan 11 suara dari Partai GOlkar dan 4 suara dari Demokrat. Namun kubu Prabowo-Hatta yang terdiri dari Partai Gerakan Indonesia Raya, Partai Amanat Nasional, Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan, serta Partai Keadilan Sejahtera jauh lebih unggul dengan 226 suara.
Mulanya tiga opsi pemilihan kepala daerah menjadi topik utama sidang paripurna. Selain opsi yang diajukan kubu Jokowi-JK dan kubu Prabowo-Hatta. Demokrat mengusulkan opsi baru yakni pemilihan langsung dengan 10 kriteria perbaikan. (Baca: Bendera PKS Dibakar, Jumhur: Massa Marah)
Sidang paripurna yang dimulai pada pukul 14.00 WiB, Kamis, 25 September, itu alot lantaran ketiga kubu mempertahankan opsi masing-masing. Kubu Jokowi-JK tak bisa bersatu dengan Demokrat lantaran tak menyetujui kriteria uji publik yang diajukan oleh partai berlambang Mercy itu. Mereka merasa berat karena uji publik dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. "Uji publik jangan dibawa ke ranah yang membahayakan," ujar Yasona.
Namun kubu Jokowi-JK akhirnya tunduk pada opsi Demokrat dalam forum lobi. Menurut Syarifuddin Sudding, Ketua Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat, Demokrat sudah menunjukkan gelagat yang mencurigakan dalam forum tertutup itu. "Mereka sudah berencana menarik kembali opsi yang diajukan," ujarnya seusai lobi.
Nyatanya, Benny K. Harman, juru bicara Demokrat, kembali mengajukan opsi tersebut dalam sidang paripurna. Kubu Jokowi langsung menyetujui opsi mereka. Tetapi kenyataan berbeda, partai berlambang Mercy malah walk out atau meninggalkan paripurna. Mereka berdalih gagal meloloskan opsi yang dikehendakinya. "Setelah mengamati dinamika dalam rapat paripurna dengan tidak diakomodirnya opsi pilkada langsung dengan 10 koreksi total, maka kami bersikap netral," ujar Benny.
Yasona mengatakan kubunya semula terharu dengan sikap Demokrat yang mendukung pilkada langsung sebagai bentuk penghormatan terhadap kedaulatan rakyat. Sehingga kubu Jokowi-JK dengan hati yang tulus, kata dia, rela tunduk pada opsi yang mereka ajukan. Namun perubahan sikap yang Demokrat tunjukkan setelah diberi dukungan, kata dia, membuat kubunya kecewa.
Ia lantas menuding Demokrat menggunakan politik pecah belah dan rekayasa pencitraan. "Skenario cantik ini dibuat seolah-olah untuk mendukung kedaulatan rakyat, tetapi hatinya ternyata ada di sebelah sana (Prabowo-Hatta)," kata dia, "Kami menyesalkan Partai Demokrat yang meninggalkan kami memperjuangkan rakyat." (Baca: Kisruh RUU Pilkada, Bendera PKS Dibakar)

(sumber: http://www.tempo.co/read/news/2014/09/26/078609787/RUU-Pilkada-Kubu-Jokowi-Merasa-Dibohongi-Demokrat)

Sudah tiga kali kubu Jokowi-JK dikalahkan Koalisi Merah Putih pendukung Prabowo-Hatta di parlemen. RUU MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3), Tatib DPR-MPR, dan RUU Pilkada. Rayuan kursi menteri untuk memecah belah Koalisi Merah Putih ternyata tak mempan.
Ini sinyal yang sangat kuat kalau DPR sekarang ini dikuasai oposisi Jokowi-JK. Kondisi ini tentu akan membuat panik Jokowi sebagai presiden terpilih. Modal pencitraan yang selama ini mengantarkannya menduduki RI-1 bakal ambruk karena ada parlemen yang akan selalu mengawasi, mengontrol dan sewaktu-waktu bisa melakukan impeachment. (ibn)