Jumat, 12 September 2014


Semarang (13/09/14) - Menteri Sosial Salim Segaf Al Jufri meyakini, perguruan tinggi bisa berperan menjadi jembatan percepatan penanganan masalah sosial. Terlebih dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi berfungsi sebagai alat praktik keilmuan dan melatih kepekaan sosial.
“Perguruan tinggi adalah tempat untuk menimba ilmu, akhlak, ilmu pengetahuan, serta melatih kepekaan sosial," kata Mensos saat memberi kuliah umum di Universitas Sultan Agung, Semarang, Jumat (12/9).
Dia menyebutkan, permasalahan sosial terbagi dalam 7 kategori besar. Meliputi kebencanaan, kemiskinan, keterlantaran, kecacatan, ketunaan, keperpencilan, tindak kekerasan. Secara statistik angkanya masih tinggi, sehingga sebuah negara dikatakan sejahtera bila angka permasalahan sosialnya rendah.
“Kesejahteraan terukur dari cukup sandang, pangan, serta rasa aman. Saat ini, rasa aman menjadi sebuah keniscayaan dan rakyat membutuhkan ketenangan dalam menjalankan aktivitasnya,” ujarnya.
Saat ini, lanjut dia, kondisi yang mengganggu rasa aman warga makin meningkat, seperti tawuran dan konflik sosial antarwarga. Ada 42 titik konflik sosial di Indonesia. Potensi besar ada di perguruan tinggi untuk terlibat aktif untuk mengatasi masalah sosial tersebut.
Menurut Salim, upaya yang bisa dilakukan perguruan tinggi seperti membantu membangun rumah layak huni bagi warga miskin, membantu peningkatan ekonomi warga rawan sosial ekonomi. Saat ini, mengacu pada orientasi kebutuhan pasar, jurusan-jurusan menyesuaikan dengan keilmuan yang berkembang.
Khusus kepada jajaran civitas akademika Universitas Sultan Agung, Salim berpesan, agar langsung mengimplementasikan program Kementerian Sosial (Kemensos) di Desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang.
“Kemensos di desa ini melakukan bedah kampung dalam program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni sebagai salah satu model memotong mata rantai kemiskinan,” kata menteri asal PKS itu.
Para mahasiswa bisa menimba pengalaman, kata Mensos, sekaligus mempraktikkan ilmu dengan melatih kepekaan sosial agar tidak memandang negatif pada program pemerintah. Sebab, pengentasan kemiskinan dan penyelesaian masalah sosial membutuhkan langkah untuk memperpendek waktu penyelesaian.
Misalnya, untuk pengerjaan 1 unit rumah bisa dikerjakan oleh 100 orang dan membutuhkan waktu 5 hari selesai. Di desa ini, akan dibedah 25 unit rumah, artinya dalam waktu 3 bulan sudah selesai dan warga miskin memiliki rumah baru.
Bedah kampung adalah media untuk membedah masalah sosial lainnya, seperti kecacatan, keterlantaran dan tindak kekerasan. Terobosan Kemensos untuk menahan laju urbanisasi melalui kegiatan Desaku Menanti. PT bisa ikut serta dalam melakukan pendampingan atas dasar keahlian para mahasiswa.
“Diserahkan paket bantuan dari Kemensos Rp 355 juta untuk membedah 25 RTLH, 2 Kelompok Usaha Bersama (KUBE), 1 Sarana Lingkungan (Sarling),” sebutnya.
Selain itu, turut diserahkan paket bantuan RSTLH 100 unit Rp 1 miliar, Kelompok Usaha Bersama Usaha Ekonomi Produktif (KUBE- UEP) 10 kelompok Rp 200 juta, 2 Sarana Lingkungan (Sarling) Rp 100 juta dan bantuan alat bantu penyandang Disabilitas untuk 330 orang. Total bantuan untuk di Provinsi Jawa Tengah Rp 1.773.525.000.
Dalam kesempatan itu, Salim juga berpesan kepada Mensos baru untuk menyelesaikan masalah kesejahteraan sosial sebagai sebuah keniscayaan. Artinya, tidak semata atas alasan perundang undangan saja tetapi citra bangsa.
“Kedigjayaan sebuah bangsa terukur dalam tiga hal, pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan,” katanya.(ris/jpnn)
Sumber :