Kamis, 01 April 2021

Terkait Impor Jahe, Anggota FPKS: Ada yang salah Pengelolaan Hortikultura di Indonesia



Jakarta (01/04) — Anggota DPR RI asal Sulawesi Selatan II dari Fraksi PKS, Andi Akmal Pasluddin menyoroti pemusnahan Jahe Impor sebanyak 108 Ton oleh Badan Karantina yang kemudian menjadi pemicu polemik di masyarakat, hingga ada pemanggilan beberap Importir jahe di RDPU dan beberapa eselon 1 Kementerian Pertanian di RDP DPR RI.

Menurut pria yang disapa Akmal ini, Pemusnahan 108 Ton Jahe yang terduga terkontaminasi organisme berbahaya ini mendapat perhatian, karena menimbulkan banyak sekali pertanyaan lanjutan yang perlu dijawab pemerintah, sehingga pertanian dan pangan nasional dikemudian hari tidak menemui hal serupa atau minimal bila terjadi hal serupa dapat ditangani secara cepat.

“Fraksi PKS mengapresiasi Badan Karantina yang bertindak tegas memusnahakan 108 Ton Jahe yang terduga terkontaminasi organisme berbahaya. Tetapi tindakan ini mesti disadari bahwa terjadi keterlambatan penanganan. 

Untuk itu, Fraksi PKS meminta kepada Pemerintah, agar kejadian seperti ini tidak terulang kembali, dan untuk perencanaan tahun 2022, mesti dilakukan secara matang agar setiap angka alokasi anggaran negara berujung pada produktivitas yang berkualitas dan terukur”, kata Akmal.

Politisi PKS ini mengutip amanat UU Perdagangan Pasal 50 ayat (2) huruf c, Pemerintah melarang impor atau ekspor barang untuk kepentingan nasional dengan alasan untuk melindungi kesehatan dan keselamatan manusia, hewan, ikan, tumbuhan, dan lingkungan hidup.

Data yang Akmal dapat tersebar di berbagai platform, Jahe merupakan salah satu komoditas unggulan ekspor yang memiliki peluang bisnis yang sangat potensial.

Berdasarkan data yang dipublikasikan oleh BPS tahun 2018, produksi utama tanaman biofarmaka Indonesia adalah jahe, sebesar 216.587 ton. Bahkan ekspor tertinggi tanaman biofarma di Indonesia juga dipegang oleh jahe, dengan volume ekspor sebesar 23.551,9 ton atau senilai US$13,53 juta.

“Kita ini kan negara yang sangat mumpuni dari segi ketersediaan lahan, dukungan iklim cuaca, sumber air cukup, tapi agak aneh pengelolaan pertanian kita termasuk hortikultura kok terus ada celah impornya. Bahkan Jahe yang merupakan produk yang dapat dikatakan khas dapat diproduksi di tanah air kok masih impor juga. 

Selama 2020, total impor jahe utuh maupun yang telah dihancurkan atau bubuk mencapai 19.252 ton atau senilai US$ 16,92 juta. Jika dikonversikan ke rupiah, nilainya mencapai Rp 243,3 miliar (kurs Rp 14.400 per dolar AS)”, sesal Akmal.

Lebih lanjut Legislator asal Sulawesi Selatan II ini mendorong pemerintah mengembalikan kejayaan Jahe dalam negeri sehingga mampu ekspor kembali kepada 26 Negara seperti halnya yang telah terjadi pada tahun 2019.

“Penduduk Negeri ini sangat banyak. Banyak yang belum berdaya dan memiliki kesempatan untuk berkarya. Kami FPKS mendorong pemerintah agar mulai membenahi diri sistem tata kelola di kementerian pertanian untuk mengutamakan program pemberdayaan masyarakat yang terukur dalam tujuan pemenuhan kebutuhan masyarakat Indonesia akan produksi pertanian pangan termasuk hortikultura yang berasal dari dalam negeri”, tutup Andi Akmal Pasluddin

Sumber :