Selasa, 13 April 2021

Antara NU, Ahmad Syaikhu dan Pesantren Buntet Cirebon


Belum banyak yang tahu (termasuk penulis), bahwa Presiden PKS saat ini H. Ahmad Syaikhu adalah keturunan Kyai NU Kharismatik di Wilayah Cirebon. Silsilah keluarganya menyambung "Tunggal Buyut" dengan Pendiri Pesantren Buntet Cirebon, Mbah Muqoyyim bin Abdul Hadi bin Ki Lebeh.

Mbah Muqoyyim yang juga merupakan pejuang perlawanan rakyat terhadap Penjajah Belanda saat itu, berdarah Keraton Kasepuhan Cirebon Sunan Gunung Jati Syarif Hidayatullah. Mbah Muqoyyim pernah mengabdi sebagai Kadi di Keraton Kanoman, namun akhirnya keluar karena intervensi Belanda terhadap keraton.

Ayah Ahmad Syaikhu yaitu KH Ma'soem, Kakeknya KH Aboel Khoir merupakan anak cucu keturunan Mbah Muqoyyim. Tradisi kekerabatan yang kuat di kalangan Nahdiyyin menjadikannya saling terhubung dengan silsilah tokoh-tokoh NU baik di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Alhamdulillah akhirnya pada satu kesempatan, saya "ngintili" H Ahmad Syaikhu sowan ke Kyai Kyai Buntet Cirebon, diantaranya Kyai Syukri, Kyai Anis dan Kyai Hasanudin Kriyani. Dari mendengarkan saat sowan itulah saya sedikit memahami silsilah keluarga H Ahmad Syaikhu.

Di kediaman para kyai tersebut suasana santri begitu terasa, nampak jejeran asrama santri dan semilir lantunan zikir dan shalawat khas thoriqot syatariyah. Nuansa pesantren tradisional berpadu dengan konsep modern nampak terlihat. 

Pagi hingga sore, para santri melaksanakan kegiatan belajar di kelas, magrib hingga malamnya dilanjutkan ta'lim mutaalim dengan kyai-kyainya di Asrama, dulu istilahnya "ngaji Sorogan".

Nah kegiatan seperti itu pernah dijalani oleh Ahmad Syaikhu semasa SMP dan SMA nya, sekolah umum dan nyantri tradisional di kyai-kyai Buntet Cirebon. Setelah lulus, beliau lanjut kuliah di STAN Pondok Aren Tangerang.

Cirebon

Cirebon kota yang tidak asing. Kampung ayah saya di Desa Tegal Wangi Kecamatan Weru, menjadi bagian masa kecil saya di desa tempat pengrajin rotan tersebut. Sebagaimana warga desa lainnya, ayah dan keluarga besarnya merupakan pengrajin "penjalin" (rotan). 

Seisi rumah terdapat tumpukan anyaman rotan yang akan dijadikan beragam perabot, seperti kursi, meja, lemari, tudung saji, ayunan dan lain-lain.

Pada masa jayanya, Desa Tegal Wangi begitu hidup, dari hasil kerajinan rotan, namun sayang kini terasa "lesu" akibat kebijakan ekspor bahan mentah keluar negeri.

Sebagai Wong Cerbon, saya sering sekali diajak nenek ziarah ke Keraton Cirebon, Gunung Jati dan Gunung Sembung. Meramaikan tradisi Muludan dan Panjang Jimat, meskipun tidak mengerti itu acara apa, tapi itu tradisi rutin warga Cerbon.

Sekitar 2 tahun di Cirebon. Keluarga saya pindah ke Haurgeulis Indramayu, Kampung ibu saya, disinilah saya sekolah SD hingga SMP.

Sejak SD saya ditinggal ayah merantau di Jakarta menjadi pedagang di Pasar Grogol. Hanya tiap bulan saja, ayah pulang ke Indramayu. Barulah masuk masa SMA, saya pindah ke Jakarta, hingga kini. Kemudian Allah takdirkan saya bertemu dengan H Ahmad Syaikhu di PKS.

Iman Firmansyah
Tenaga Ahli di DPR RI

Sumber :