Kamis, 15 Juli 2021

Resep Doktor Salim Membina Keluarga Bahagia: Jangan Suka Marah-marah


Mantan Menteri Sosial Dr. Salim Segaf menyarankan agar dibangun suasana keceriaan dalam keluarga di masa pandemi yang penuh tekanan. Hubungan suami-isteri, ayah-bunda dan anggota keluarga jangan diwarnai ketegangan, apalagi marah-marah atas perkara kecil. 

Begitu resep Doktor Salim dalam webinar menyambut Hari Keluarga dan Hari Anak Nasional yang digelar Bidang Kewanitaan dan Ketahanan Keluarga DPP PKS berkolaborasi dengan Fraksi PKS DPR RI.

Webinar diikuti anggota DPR dan DPRD seluruh Indonesia serta ribuan warganet di dalam dan luar negeri. Tampil sebagai narasumber Dr. Hasto Wardoyo (Kepala BKKBN), Dr. Kurniasih Mufidayati (Anggota DPR Komisi IX), dr. Piprim Basarah, SP.A. (Ketua I IDAI) dan Irma Gustiana Andriani (Psikolog). Webinar membahas tema “Saatnya Menjadi Orangtua”.

Ayah-bunda perlu menunjukkan hal yang indah dalam keluarga, sehingga tidak mudah emosional. “Jika ada sedikit misunderstanding antar orangtua cukup diselesaikan di kamar, agar anak tidak melihat pertengkaran. 

Kunci ketahanan keluarga bila anak melihat kasih-sayang dan kekompakan di antara orangtua,” jelas Salim yang menjabat Ketua Majelis Syura PKS. Bila orangtua sering ribut hingga menimbulkan gempa beberapa skala richter, sampai piring pecah dan lemari rubuh, itu akan menimbulkan stress anak.

Secara alamiah, suami-isteri senang dengan berbagai pujian sebagaimana Rasulullah Saw sering memuji isteri beliau, Aisyah Ra dipanggil “Ya Khumaira” (si pipi merah). 

Disamping itu, Muhammad Saw seorang pemimpin paling berkuasa di zamannya ternyata masih menjalankan peran kepala rumah tangga: memerah susu, menjahit baju, lomba lari dengan sang isteri, hingga momong cucu. “Akulah manusia yang paling baik kepada keluarganya,” ujar Muhammad Saw.

Suami-isteri harus membangun suasana santai di rumah. Kalau suami pulang dari kantor, jangan disambut dengan kabar heboh seperti kompor meleduk atau berita sedih. Karena beban di kantor dan luar rumah sudah bertumpuk-tumpuk, suami butuh relaksasi. 

Bayangkan bila suami pulang kantor, semua lampu dimatikan: “Kok rumah gelap begini?” Maka isteri menjawab: “Ruangan ini memang gelap, tapi wajahmu menerangi semuanya.” Canda yang agak lebai macam itu kadangkala dibutuhkan untuk membuat tersenyum. Dengan senyum, orang lebih bersemangat menghadapi tantangan.

Pendidikan anak harus menjadi perhatian agar kita dapat mengoptimalkan bonus demografi. Alkisah di masa Umar bin Khathab menjadi pemimpin negeri, ada seorang ayah melaporkan sang anak karena berbuat durhaka dan kekerasan kepada orangtua. 

Sebelum diberi sanksi, anak itu bertanya kepada Khalifah Umar: “Apa kewajiban orangtua kepada anaknya?” Umar menjawab: “Memberikan nama yang baik, memberikan pendidikan terbaik, dan mencari pasangan hidup yang shalih/shalihah.” 

Anak itu lalu curhat: “Aku tidak mendapat ketiga hak itu di masa kecil dan remaja. Ayahku memberi nama yang buruk sehingga aku malu dengan kawan-kawanku, aku tidak pernah dididik atau dikirimkan guru, aku juga diberikan jodoh yang buruk akhlaknya.” 

Maka Umar memutuskan: “Wahai fulan (orangtua), kamu sebagai orangtua sudah durhaka kepada anakmu sendiri sebelum anak itu durhaka kepadamu.”

Salim Segaf menyambut seruan, “Saatnya Menjadi Orangtua” yang baik, dengan memberi nama anak yang bagus, para ibu memberi air susu ibu kepada bayinya agar hubungan batin terjalin kuat. Mendidik anak dengan baik, di rumah atau di sekolah. 

Adil terhadap semua anak, agar tidak terjadi diskriminasi, dan memberikan makanan yang halal dan baik, bukan dari hasil korupsi. []

Sumber :