Sabtu, 26 November 2016

Jadikan Kasus Wafatnya Balita Aditya sebagai Antisipasi Kekerasan terhadap Anak


Jakarta (24/11) – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Iskan Qolba Lubis, angkat bicara mengenai kasus meninggalnya almarhum balita Aditya Fadilah yang berusia 4 tahun.
Menurut keterangan dari Kasat Reskrim Polresta Palembang, Kompol Maruly Pardede, almarhum meninggal karena mengalami penyiksaan oleh ibu kandungnya sendiri yang berinisial S.
Atas dasar ini, Iskan meminta penegakan hukum seadil-adilnya terhadap pelaku kekerasan hingga menyebabkan meninggalnya balita tersebut.
“Kami sangat prihatin dengan kejadian ini, karena secara firah tidak mungkin seorang ibu menyiksa anaknya. Ini berarti ada fenomena tekanan berat yang dialami orang tua saat ini,” kata Iskan di Jakarta, Kamis (24/11/2016).
Selain itu, Iskan menambahkan, secara global, kasus kekerasan pada anak dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. Sehingga, Iskan menilai, kasus kematian Aditya ini dapat diibaratkan seperti fenomena gunung es.
“Dari tahun ke tahun kasus kekerasan terhadap anak terus meningkat dan seperti fenomena gunung es. Hal ini terjadi setidaknya karena paradigma mendidik anak kurang tepat,” kata Legislator PKS dari Daerah Pemilihan Sumatera Utara II ini.
Atas dasar ini, Iskan mendesak agar pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen-PPPA), bersama Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), harus bisa mengurangi kecenderungan meningkatnya kasus kekerasan terhadap anak dengan mengantisipasi potensi penyebab terjadinya kekerasan terhadap anak.
“harus diingat, bahwa kekerasan terhadap anak tidak hanya dilakukan oleh orang lain, karena bisa juga dilakukan orang tua sendiri, seperti kurang harmonisnya rumah tangga,” papar Iskan.
Menurut Iskan, ketidakharmonisan rumah tangga bisa menjadi sumber kekerasan terhadap anak, karena kemarahan bisa dilampiaskan kepada anak.
“Sehingga kekerasan terhadap anak bukan saja dilakukan masyarakat luar tetapi juga orang dalam sendiri yang seharusnya menjadi pelindung sang anak. Hal inilah yang juga harus diperhatikan oleh anak,” tegas Iskan.
Diketahui, awalnya, polisi sempat mengira bahwa S adalah korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) oleh suaminya. Namun, setelah melakukan penyelidikan, ternyata saat kejadian, suaminya sedang bekerja sebagai buruh bangunan.
Dengan adanya pemeriksaan lebih lanjut ini, akhirnya S langsung dijadikan tersangka, dan suaminya dijadikan saksi.
Sumber :