Sabtu, 17 Oktober 2020

Politisi PKS Tegaskan UU Cipta Kerja Berbahaya bagi Jaminan Halal Produk Indonesia


Medan (17/10) — Disahkannya RUU Cipta Kerja yang banyak ditentang masih menjadi polemik. Anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi PKS, Iskan Qolba lubis menyayangkan sikap DPR dan Pemerintah yang terkesan terburu-buru dalam Pembahasan RUU Cipta Kerja.

“Produk Undang-Undang ini akan dirasakan seluruh masyarakat Indonesia nantinya. Maka, sudah sejauh apa keterlibatan masyarakat dalam Uji kelayakan Undang-undang ini. merebaknya demonstrasi di berbagai daerah dari berbagai kalangan baik itu mahasiswa dan buruh, bukti bahwa Undang-undang ini menyimpan masalah, maka dari itu, Kami Fraksi PKS tegas menolak RUU Cipta Kerja ini sejak awal” tegas Iskan

RUU Cipta Kerja menjadi Polemik karena dianggap beberapa pihak tidak sesuai dengan keadaan dan kebutuhan kelompok pekerja hingga dampak lingkungan.

Aksi demo dilakukan kepada pemerintah agar RUU Cipta Kerja tidak dilanjutkan karena dianggap tidak berpihak kepada rakyat, terlalu menguntungkan korporasi dan dinilai mengancam kelestarian lingkungan.

Kini RUU Cipta Kerja juga dipermasalahkan terkait otoritas pada jaminan produk halal yang dianggap tumpang tindih antara pemerintah dan Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Dalam RUU Cipta Kerja pasal 35A Ayat (2) diatur ketentuan, perihal batas waktu dalam penetapan fatwa halal

Dikatakan apabila MUI tidak dapat memenuhi batas waktu yang telah ditetapkan dalam proses memberikan/menetapkan fatwa, maka Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dapat langsung menerbitkan sertifikat halal.

Sedangkan, dalam pasal 33 ayat (3) diatur ketentuan, bahwa: sidang fatwa halal memutuskan kehalalan produk paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak MUI menerima hasil pemeriksaan dan/atau pengujian produk dari LPH.

“Ada hal-hal yang harus dipahami Pemerintah, bahwa harus ada pemisahan wewenang, dan tidak bisa tumpang tindih satu sama lainnya. BPJPH atau Pemerintah berada di posisi lingkaran administratif sementara MUI fokus untuk memberikan Fatwa syariat yang ini masuk dalam aspek keagamaan dan tidak bisa digantikan posisinya, karena bersifat keahlian, dan itu tugasnya ulama.” ujar Anggota DPR asal Sumatera Utara ini.

Sehingga, pembatasan waktu 3 hari, lanjut iskan, masuk dalam ranah adminstratif.

“Walaupun sudah ditinjau oleh LPH, tetapi bisa saja MUI nantinya memberikan saran bahwa salah satu bahan bakunya harus diganti. bukannya malah, dibatasi waktunya. bahkan dalam pasal 35A ayat (2), jika MUI tidak dapat memenuhi batas waktu yang telah ditetapkan dalam proses memberikan/menetapkan fatwa, maka Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dapat langsung menerbitkan sertifikat halal.” tandasnya.

Legislator PKS asal sibuhuan ini juga menambahkan bahwa pihaknya khawatir Undang-Undang (UU) Cipta Kerja ini merusak esensi dari sertifikasi halal.

“Maka dari itu, jangan sampai UU Cipta kerja ini lebih fokus pada perlindungan produsen yang memberikan kemudahan dan biaya free dalam pengurusan sertifikasi halal, tetapi dilain sisi mengabaikan hak-hak konsumen. Seolah-olah Undang-Undang Cipta Kerja ini hanya masuk dalam rezim perizinan, tetapi substansi halalnya menjadi kacau” pungkas Iskan mengakhiri.

Sumber :