Sabtu, 12 Oktober 2013

BPK : Impor Daging Sapi, Perdagangan Langkahi Pertanian



dakwatuna.com – Jakarta. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan beberapa kelalaian dalam pemberian persetujuan impor daging sapi dari Menteri Perdagangan, yang tidak berdasarkan rekomendasi dari Menteri Pertanian.
“Terdapat lima jenis kasus impor daging sapi yang diduga melanggar peraturan dan perizinan yang diberikan,” kata Ketua BPK Hadi Poernomo saat menyampaikan sambutan penyerahan Laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2012 di Jakarta, Selasa (2/4) siang.
Pelanggaran aturan tersebut meliputi kegiatan impor tanpa surat Persetujuan Pemasukan (SPP), pemalsuan dokumen invoice pelengkap Persetujuan Impor Barang (PIB), pemalsuan persetujuan impor, serta pemasukan daging tanpa prosedur karantina. “Selain itu, diduga adanya perubahan nilai transaksi impor daging sapi untuk dapat membayar bea masuk yang lebih rendah.”

Selain lima kasus tersebut, juga terindikasi kelalaian dalam penerbitan persetujuan impor, yang tidak sesuai rekomendasi persetujuan pemasukan, “Yang telah ditetapkan melalui rapat koordinasi terbatas pada periode Oktober 2011 hingga sekarang.”
BPK juga menemukan bahwa hingga September 2011 penetapan kebutuhan impor, pemberian kuota, dan penerbitan persetujuan pemasukan atas impor daging dan jeroan sapi, seluruhnya masih menjadi kewenangan Kementerian Pertanian. Namun semua dilakukan oleh Menteri Perdagangan.
Alhasil realisasi impor daging sapi pada 2010 dan 2011 melebihi kebutuhan. Masing-masing sebanyak 83,8 ribu ton atau 150 persen dari kebutuhan impor, dan 67,1 ribu ton atau 187 persen dari kebutuhanimpor.
Pemeriksaan BPK sendiri, ditujukan untuk menilai sistem pengendalian impor daging sapi untuk mencapai tujuan program Swasembada Daging Sapi, yakni menurunkan impor daging sapi sebesar 10 persen pada tahun 2014.
Impor daging sapi yang lebih dari kebutuhan akhirnya membuat Menteri Pertanian melakukan upaya untuk meredam impor daging sapi. Adapun upaya tersebut yakni lebih menyediakan ketersediaan daging sapi lokal, yang bertujuan untuk Swasembada Daging Sapi.
Namun keputusan Menteri Pertanian untuk meredam impor daging sapi ternyata malah menyeret Presiden PKS Lutfhi Hasan Ishak dan Mentan Suswono ke ranah hukum. (ang/tjk)

Sumber :


=================================================================
LHI Tidak Pernah Meminta Kuota Daging



JAKARTA – Luthfi Hasan Ishaaq tidak pernah meminta tambahan quota daging sapi, baik secara langsung kepada Menteri Pertanian maupun melalui orang lain. LHI juga tidak pernah mendorong satu atau beberapa perusahaan untuk mendapatkan kuota impor daging sapi.
Hal tersebut terungkap dalam keterangan Menteri Pertanian Suswono pada sidang lanjutan kasus suap daging impr dengan terdakwa Luthfi Hasan Ishaaq, Kamis (3/10) di Pengadilan Tipikor, Jakarta Selatan.
Selain Mentan Suswono, sidang yang mengagendakan pemeriksaan saksi tersebut juga menghadirkan Sekretaris Menten Baran Wirawan, dan penggurus Kadin Pusat Suwarso.
Keterangan saksi Suswono disampaikan menjawab pertanyaan terdakwa.
“Apakah saya pernah meminta tambahan kuota daging, baik langsung maupun melalui orang lain,” tanya LHI kepada saksi Suswono.
“Apakah saya pernah merekomendasikan satu, dua, atau sepuluh perusahaan untuk mendapatkan kuota daging sapi,” tanya LHI lagi.
“Tidak..!” jawab saksi Suswono dalam sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Guzrizal tersebut.
Pertanyaan serupa juga ditanyakan terdakwa kepada Sekretaris Menteri Pertanian Baran Wirawan maupun Suwarso. Terdakwa menanyakan, apakah dirinya pernah menitipkan pesan untuk menteri meminta tambahan kuota daging.  Pertanyaan lainnya, apakah dirinya pernah menitipkan pesan agar disampaikan kepada menteri untuk membantu satu, dua, atau sepuluh perusahaan mendapatkan kuota daging sapi.
Baik Baran maupun Suwarso menjawab tidak pernah.
Ketiga saksi menyatakan, terkait dengan persoalan daging, terdakwa hanya menyampaikan keprihatinan atas mahalnya harga daging sapi di pasaran, dan maraknya peredearan daging celeng dan tikus di masyarakat.
“Terdakwa menanyakan bagaimana solusi Kementerian Pertanian terhadap maraknya peredaran daging celeng dan tikus. Saya jawab waktu itu, hal itu hanya persoalan moral hazard. Setelah pelakunya ditangkap tidak ada lagi peredaran daging celeng dan tikus,” terang Suswono.
Terkait peran terdakwa dalam pertemuan di Medan, saksi Suswono menjelaskan, terdakwa tidak ikut dalam perdebatan antara dirinya
dengan Elizabeth. “Terdakwa hanya membuka dan menutup pertemuan,” katanya.
Dan ketika menutup pertemuan yang hanya berlangsung sekitar 15 menit tersebut, terdakwa hanya meminta kepada Elizabeth untuk melaksanakan permintaan Mentan untuk menyelenggarakan seminar untuk membuktikan paper yang diajukannya.
Dalam pertemuan tersebut Elizabeth menyampaikan hasil studinya terkait konversi dari sapi hidup menjadi daging. Paper yang diajukan Elizabeth menyebut konversi dari sapi hidup menjadi karkas adalah sebesar 40 persen. Sementara yang dijadikan acuan oleh Kementan adalah sekitar 50 persen.

Sumber :

=================================================================
Keanehan di Balik Impor Daging Sapi Australia oleh Bulog


Bulog telah mengimpor daging sapi dari Australia sebanyak 1098,8 ton. Impor ini konon digunakan untuk meredam kenaikan harga kebutuhan pokok yang terjadi di pasar setelah kenaikan BBM hingga selama puasa-lebaran.
Tetapi di balik impor oleh Bulog ini, sejumlah keanehan yang menabrak regulasi terjadi.
Diantaranya adalah:
Mengapa yang menjadi prioritas distabilkan/diturunkan harganya adalah daging sapi? Sementara harga yang melonjak adalah cabe, bawang, beras dan kebutuhan lainnya? Hingga saat ini, harga bawang di beberapa daerah masih mencapai Rp 74.000.
Di dalam UU Pangan 2012, pemerintah diharuskan memberikan prioritas 4 bahan pokok yang seharusnya bisa distabilkan harganya demi kepentingan konsumen-petani. Tetapi hingga hari ini, 4 jenis kebutuhan pokok itu belum di tetapkan. Bisa saja itu beras, minyak goreng, bawang+cabe, dan telur/ikan (kebutuhan protein).
Dan jika telah ditetapkan, maka seharusnya ada lembaga yang berfungsi sebagai manajemen stock, untuk mengatur kapasitas produksi dalam negeri, menyerap kelebihan produksi, melepasnya saat dibutuhkan. Tidak seperti yang diungkapkan Wamentan, ketika panen tiba, 40% hasil panen terbuang sia-sia, membusuk, karena tidak terserap pasar.
Barulah ketika kapasitas produksi dalam negeri benar-benar tidak memadai, impor bisa dilakukan. Itupun impor dengan jangka waktu amat terbatas.
Bisa saja lembaga untuk manajemen stock itu Bulog, tetapi seharusnya keanggotaanya benar-benar profesional dan disumpah bekerja untuk kepentingan rakyat Indonesia. Bukan kepentingan partai atau elit tertentu.

Keanehan kedua, menyangkut otoritas kompeten yang menyatakan kualitas keamanan daging sapi yang diimpor. Ketika isu hormon daging sapi Australia merebak, anehnya, yang menyuarakan bahwa daging ini aman, tetapi dengan catatan harus ada penelitian berikutnya, adalah pak Bayu Krishnamurti, wakil Menteri Perdagangan, Gita Wiryawan. Ada apa ini? Yang menjadi otoritas kompeten pengawasan keamanan mutu pangan segar (termasuk daging sapi) berdasarkan UU Pangan dan PP Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan, adalah Kementrian Pertanian, Suswono.
Mengapa yang bersuara adalah Kemendag ? Ini bukan otoritasnya. Dan seharusnyalah kementrian pertanian memiliki mekanisme keamanan pangan di pintu masuk impor. Tetapi hingga sekarang Indonesia belum memiliki mekanisme ini. Jadi bagaimana pak Bayu bisa menyatakan ini ‘aman’?
Keanehan ketiga, di negara lain, sebelum memutuskan impor, yang ditindak tegas adalah kartel & mafia penimbunan barang. Ketua Asosiasi Pedagang Pasar saja mengakui adanya praktik ini. Di Indonesia tidak ada investigasi dan penegakan hukum bagi para penimbun barang. Apakah ada kongkalikong atau pembiaran, sehingga ada ‘pembenaran’ untuk impor?

Gurihnya Keuntungan Impor Daging Sapi
Salah satu isu lainnya menerpa daging sapi impor ini adalah bahwa kualitasnya yang amat jelek. Ketua Asosiasi Pedagang Daging, Asnawi mengungkapkan bahwa daging yang diimpor adalah daging dari sapi yang amat tua, sudah saatnya dimusnahkan. Di Australia sendiri, daging sapi jenis ini amat murah, seharga Rp 10.000 saja, dan biasanya digunakan untuk makanan hewan peliharaan.
Daging sapi itu masuk ke Indonesia dalam kondisi daging beku. Antara daging beku dengan daging segar tentu saja kualitasnya beda. Jadi kalau daging lokal segar seharga Rp 90 ribu - Rp 100 ribu, maka daging beku impor ’sampah’ ini dipatok harganya Rp 85 ribu.
Nah, jadi jika ribuan ton impor dengan margin yang sangat tinggi, siapa yang diuntungkan dari impor sapi ini? Apakah akan ada investigasi jilid dua terkait impor daging sapi ini?
Ya sudah, Salam Kompasiana!

Sumber :

=================================================================
Marty Tolak Indonesia Disebut Bangkrutkan Peternak Sapi Australia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Luar Negeri (Menlu), Marty Natalegawa, menolak menyebut langkah kebijakan kerja sama perdagangan Indonesia sebagai penyebab kebangkrutan para peternak sapi di Australia terutama bagian utara.
"Terlalu jauh untuk mengatakan bahwa Indonesia sudah membuat peternak sapi Australia bangkrut," kata Marty di kantornya di Jakarta, Jumat.
Menurut Marty, pendekatan kerja sama ekonomi sudah prinsip dasarnya adalah saling menguntungkan supaya bisa bertahan lama.
Oleh karena itu, Indonesia dalam hubungan ekonomi dengan Australia terkait produk daging sapi pada beberapa tahun terakhir menyampaikan pendekatan bukan saja berbentuk perdagangan melainkan juga investasi.
"Indonesia tentunya berkeinginan untuk membangun industri peternakan sapi serta kapasitas pedagangnya juga," ujar Marty.
"Oleh karena itu, kepada pihak Australia kami mengundang mereka untuk bukan hanya berdagang tetapi juga bedin ekstasi dan secara bersamaan meningkatkan kapasitas peternakan sapi di Indonesia," kata dia menambahkan.
Media Australia, ABC, sempat melaporkan berita terkait krisis yang melanda peternak sapi di beberapa bagian Australia dan menyebut kebijakan penghentian ekspor daging ke Indonesia pada 2011 serta rencana swasembada daging oleh pemerintah Indonesia sebagai salah satu penyebabnya.
Sebelumnya, Menteri Pertanian negara bagian Queensland, John McVeigh, sempat berada di Jakarta bersama Menteri Industri Primer
Wilayah Utara Australia untuk melobi pemerintah Indonesia berkaitan pemulihan perdagangan ternak.
"Larangan sementara perdagangan ekspor ternak dua tahun lalu oleh pemerintah Partai buruh menimbulkan keprihatinan dan kebingungan di kalangan mitra-mitra Indonesia dalam industri daging sapi," kata dia sebagaimana dilaporkan ABC.
Sementara itu, Menteri Pertanian (Mentan) Suswono pada awal bulan lalu menyatakan optimis swasembada daging bisa tercapai pada 2014.
Meskipun demikian, Mentan belakangan menyatakan Perum Bulog bakal melakukan impor daging untuk menstabilkan harga di pasar khusus untuk di DKI Jakarta dan Jawa Barat.
"Sudah disetujui daging impor untuk operasi pasar yang tentunya masuk ke pasar hanya untuk DKI (Jakarta) dan Jawa Barat," kata Suswono pada Rabu (22/5).

Sumber :