Rabu, 09 Oktober 2013

Fraksi PKS Minta BPK Audit Kerugian Pertamina 223 Juta Dollar


Jakarta - Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PKS Muhammad Firdaus, meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan pemeriksaan terkait kerugian yang dialami PT Pertamina sebesar US$ 223 juta atau melebihi angka 6 triliun rupiah dari aktivitas penyaluran gas LPG 12 kg. 
Apakah kerugian itu akibat melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar atau kesalahan estimasi perhitungan yang dilakukan PT Pertamina, demikian disampaikan Anggota Komisi Keuangan dan Perbankan ini, Rabu (9/10) di Senayan Jakarta.
Lebih lanjut Firdaus mengatakan, kalau memang kerugian itu diakibatkan oleh faktor eksternal, dalam artian memang dipengaruhi gejolak rupiah terhadap dollar beberapa bulan ini, mungkin masih bisa di maklumi, “Akan tetapi kalau kerugian itu akibat kesalahan dalam memprediksi atau akibat lain di luar faktor bisnis, pemerintah harus meminta BPK untuk melakukan audit investigasi terhadap kerugian yang di derita PT Pertamina (Persero) dari penyaluran LPG 12 kg,” ungkap Politisi PKS asal Jawa Timur II ini.
Beban yang dirasakan masyarakat dengan kenaikan BBM beberapa waktu lalu belum terobati, ditambah lagi dengan adanya kerugian yang di hadapai PT Pertamina (Persero) dalam penyaluran LPG 12 kg, lalu masyarakat akan dibebani lagi, tentu ini suatu hal yang tidak realistis. “Karena ketika perseroan mengalami kerugian, yang dibebani masyarakat, tetapi bila perseroan mengalami keuntungan, apakah masyarakat juga ikut merasakan keuntungan tersebut seimbang dengan beban yang dirasakan masyarakat, belum tentu,” pungkasnya tegas.

Sumber :


================================================================

Wow ! Orang Dalam Pertamina Ungkap Kebohongan Pemerintah Soal Harga BBM



Jakarta - Rencana kebijakan pemerintah yang ingin menaikkan harga BBM bersubsidi menimbulkan tanda tanya besar, bahkan dengan harga BBM bersubsidi Rp 4.500 per liter sebenarnya pemerintah tidak mengeluarkan subsidi dari APBN.

Menurut orang dalam Pertamina yang tidak ingin disebutkan namanya mengatakan, "Mas, perlu diketahui, istilah subsidi itu hanya kebohongan pemerintah + Pertamina. Saya sendiri juga perih menyaksikan kerakusan para pejabat di pertamina. Harga premium & solar dari Russian oil itu cuma 425 USD per metrik ton atau sekitar kurang dari Rp 4.300 per liter. Melalui Petral angka 425 tersebut di-mark up 300 USD sehingga menjadi 725 USD, dan oleh Pertamina disempurnakan mark up-nya menjadi 950 USD, angka inilah yang kemudian disebut sebagai harga pasar yang mengharuskan adanya istilah subsidi tersebut. Luar biasa bajingan mas!!".

Menanggapi hal tersebut, Direktur Eksekutif Petromine Watch Indonesia, Urai Zulhendri mengatakan, jika memang isi pesan tersebut memang benar adanya, maka pemerintah dan Pertamina melakukan mark up harga mencapai 100% dari harga USD425 menjadi USD950, Petral mengambil untung USD300 dan Pertamina mengambil untung USD125.
"Jelas, bahwa ini mengindikasi PT Pertamina Energy Trading (Petral) anak usaha PT Pertamina (Persero) masih menggunakan Perantara (mafia minyak) dalam melakukan pembelian minyak mentah," katanya.
Tidak hanya itu, Urai menduga kuat bahwa mark up yang dilakukan PT Pertamina (Persero) sebesar USD125 dicurigai sebagai bentuk upeti atau Commitment Fee dari Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan, yang diduga diberikan kepada Ani Yudhoyono untuk mempertahankan posisinya sebagai Dirut Pertamina.
"BPK harus berani mengaudit proses mark up yang diduga terjadi dalam pembelian minyak yang dilakukan PT Pertamina (Persero) dan Petral," imbuhnya.



Sumber :
http://keeppksontrack.blogspot.com/2013/06/wow-orang-dalam-pertamina-ungkap.html