Rabu, 25 Mei 2016

3 Isu Krusial dalam Pembahasan RUU Pengampunan Pajak



JAKARTA - Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI Ecky Awal Mucharam menekankan ada tiga isu krusial dalam pembahasan RUU Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) yang saat ini sedang dalam pembahasan oleh Panja.
Hal ini disampaikan oleh anggota Komisi XI DPR-RI Ecky Awal Mucharam di Kompleks DPR-RI Senayan Jakarta, Selasa (24/5).
“Pertama, soal reformasi perpajakan yang harus dilakukan bersamaan dengan Tax Amnesty. Pengalaman negara-negara lain menunjukan Tax Amnesty yang dilakukan tanpa reformasi perpajakan selalu gagal, dan kunci keberhasilan mereka yang berhasil karena Tax Amnesty-nya didahului oleh reformasi perpajakan,” jelas Ecky.
Ecky menjelaskan bahwa Tax Amnesty tidak akan berhasil tanpa adanya reformasi perpajakan, yang meliputi aspek regulasi, administrasi, dan institusi perpajakan. Oleh karena itu, tambah Ecky, sejak awal pembahasan fraksi-fraksi di DPR selalu mendorong agar Tax Amnesty menjadi bagian tak terpisahkan dari reformasi perpajakan.
“Salah satu kuncinya ada di revisi UU Ketentuan Umum Perpajakan (KUP). Tanpa disertai reformasi perpajakan negara tidak akan punya bargaining position yang kuat dalam Tax Amnesty,” jelas Legislator PKS dari Daerah Pemilihan Jawa Barat III yang meliputi Kota Bogor dan Kabupaten Cianjur ini.
Kedua, soal tarif tebusan yang dinilai terlalu rendah, sehingga dapat mencederai rasa keadilan dan membuat negara kehilangan banyak potensi penerimaannya. Sebagaimana diketahui dalam draft RUU tarif tebusan sebesar 2, 4, atau 6 persen untuk non-repatriasi dan 1, 2, atau 3 persen untuk repatriasi.
Menurut Ecky, hampir semua fraksi di DPR meminta tarif dinaikan. Ada yang mengusulkan ke kisaran 5-15 persen. Ada juga sebagian fraksi termasuk PKS yang meminta agar yang dihapus hanya sanksi administratif dan pidana pajaknya saja. Sehingga tarif tebusan sesuai tarif normal KUP atau sekitar 25-30 persen.
“Saya yakin (ketentuan) ini pun masih menarik bagi mereka karena sanksi administrasi saja besarnya 48% dari pokok utang pajak, ditambah penghapusan pidananya,” ujar Ecky.
Ketiga, tambah Ecky, terkait data dan informasi tentang harta peserta pengampunan pajak, yaitu Pasal 15 draf RUU Pengempunan Pajak berbunyi data dan informasi yang terdapat dalam Surat Permohonan Pengampunan Pajak tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan dan/atau penuntutan pidana terhadap Wajib Pajak.
“Kami meminta agar hal ini menjadi hanya terbatas pada pidana perpajakannya saja. Data dan informasi dari Pengampunan Pajak harus tetap dapat digunakan untuk penyidikan, penyelidikan, dan pengusutan pidana lainnya seperti korupsi, narkoba, terorisme, dan perdagangan manusia,” tutup Ecky. [pks.id]
Sumber :