Minggu, 30 Oktober 2016

Ini Sikap FPKS terhadap Pengesahan Revisi UU ITE di Rapat Paripurna


Jakarta (27/10) – Setelah melewati proses pembahasan yang panjang, akhirnya RUU tentang Revisi terhadap UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Elekronik (RUU ITE) telah disahkan pada Rapat Paripurna Masa Sidang I Tahun Sidang 2016-2017, hari ini Kamis (27/10) di Senayan, Jakarta.
Menanggapi itu, Sekretaris Fraksi PKS DPR RI Sukamta menyatakan pesatnya kemajuan teknologi informasi berdampak bagi berkembangnya dunia informasi dan transaksi elektronik.
“Sehingga, dunia ITE telah menjadi corong dalam menyalurkan salah satu Hak Asasi Manusia, yaitu hak menyatakan pendapat. Dan seperti biasanya, sebuah kemajuan yang pesat selalu memiliki konsekuensi, baik yang positif maupun yang buruk,” jelas Sukamta di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (27/10).
Anggota Komisi I DPR RI ini menambahkan bahwa saat ini masyarakat dapat menyatakan pendapatnya secara bebas. Namun, tegas Sukamta, kebebasan ini terbatasi oleh kepentingan orang lain. Ketika masyarakat menyuarakan sesuatu yang dianggap menghina atau mencemarkan nama baik seseorng, maka ia berpotensi terkena ancaman sanksi UU ITE.
“Yang menjadi persoalan adalah pasal soal pencemaran nama baik ini sangat berpotensi disalahgunakan yang menyebabkan banyak pemilik akun di dunia maya (netizen) menjadi korban, seperti yang sudah terjadi sebelum ini. Hal ini lah yang kemudian menjadi salah satu faktor pendorong perlunya UU ITE kita revisi,” jelas Sukamta.
Selain itu, lanjut Sukamta, banyak isu penting yang menjadi topik hangat dalam setiap pembahasan di rapat panitia kerja (Panja), seperti misalnya terkait dengan persoalan kerahasiaan data pribadi, intersepsi (penyadapan), pemutusan akses (pemblokiran) terhadap konten ilegal, proses pemeriksaan dari mulai penyidikan, penggeledahan, penahanan dan penangkapan, serta ancaman sanksi pidana yang dinilai terlalu berat dibandingkan dengan ancaman sanksi yang diatur dalam KUHP.
“Menyikapi dinamika pembahasan soal topik-topik tersebut, Sekretaris Fraksi PKS ini menegaskan bahwa sikap Frkasi PKS adalah sebagai berikut,” papar Legislator PKS dari Daerah Pemilihan Yogyakarta ini.
Pertama
Keamanan data pribadi merupakan hal yang penting sebagaimana termaktub dalam Pasal 26 Perubahan UU ini. Antisipasi terhadap kebocoran data pribadi yang tidak dikehendaki oleh seseorang mutlak untuk dilakukan. Hal ini merupakan bentuk perlindungan negara terhadap hak-hak pribadi warga negaranya
Kedua, 
Mendorong agar penerapan Pasal 27 ayat 3 dalam Perubahan Undang-Undang ini, tentang pencemaran nama baik, agar dilakukan dengan cermat, hati-hati dan profesional oleh aparat penegak hukum.
Sehingga, hak menyatakan pendapat oleh masyarakat, tidak terganggu sedikit pun, sekaligus juga masyarakat terlindungi dari pendapat, berita atau opini yang berpotensi mencemarkan nama baik individu atau institusi.
Sanksi Pidana yang dikurangi dari maksimal 6 tahun penjara menjadi maksimal 4 tahun penjara menyebabkan pencemaran nama baik menjadi tindak pidana ringan. Karena dengan begitu para pemilik akun dunia maya (netizen) yang dilaporkan atau diaduka, telah melakukan pencemaran nama baik, tidak langsung ditahan sampai pengadilan memutuskan.
“Semoga hal ini dapat meringankan masyarakat,” papar Sukamta
Ketiga, 
Intersepsi (penyadapan) yang dilakukan oleh aparat penegak hukum harus diatur dalam Undang-Undang yang khusus beserta pengaturan teknisnya yang menjunjung tinggi prinsip taat asas, prosedural, Hak Asasi Manusia (HAM) dan good governance.
“Selain itu, hal ini juga merupakan amanat Mahkamah Konstitusi melalui putusan nomor 5/PUU-VIII/2010. Sehingga intersepsi memiliki acuan yang seragam meskipun lembaga-lembaga tertentu seperti BIN, Polri, KPK memiliki hak menyadap secara khusus,” nilai Sukamta.
Keempat, 
Gerakan Internet Sehat harus kembali digalakkan. Oleh karena itu, pemutusan akses terhadap konten ilegal menjadi sangat penting. Akan tetapi para pemangku kebijakan, harus secara cermat menentukan indikator konten yang disebut ilegal dan secara masif disosialisasikan kepada masyarakat.
“Sehingga masyarakat mampu mengenali mana konten yang sehat dan mana yang tidak,” jelas Sukamta.
Kelima, 
Penyidikan, penggeledahan, penahanan, penyitaan maupun penangkapan harus sesuai dengan proses pemeriksaan yang diatur oleh KUHAP. Hal ini untuk memberikan kejelasan prosedur bagi para penyidik sekaligus menjamin hak-hak hukum terhadap terduga/ tersangka.
“Kami sudah berusaha maksimal untuk memberi jalan tengah terbaik bagi masyarakat dan bangsa dengan melakukan perubahan dalam UU ITE ini. Semoga hal ini bermanfaat untuk kemajuan masyarakat dan bangsa” harap Doktor dari universitas di Inggris ini.
Sumber :