Rabu, 16 Januari 2019

PKS: Antara 2009 dan 2019


Lagi heboh #10YearChallenge. Netizen berlomba-lomba memajang foto dirinya. Membandingkan saat 2009 dan 2019. 

Banyak perubahan. Dari kurus jadi gemuk. Dulu jomblo sekarang sudah menikah dan punya anak.

Sepertinya bagus juga tantangan ini dibuat untuk partai politik. Apalagi tahun 2019 ada pemilu. 

Rentang 10 tahun pastinya banyak perubahan, terlebih di panggung politik yang dinamis.

Nah, izinkan saya memotret Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ya...Rentang waktu 10 tahun, apa saja perubahan yang sudah dilakukan partai dakwah ini.

Logo
Masih sama. Ada kotak persegi empat. Didalamnya ada 2 bulan sabit dan padi yang tegak lurus. Warna hitam jadi latar belakang. Plus kuning emas.
Bedanya pada tulisan PKS. Pada 2009 tidak ada tulisan PKS dibawah logo. Pada 2019 ada tulisan tersebut. Terkesan gagah, kokoh dan tegas.
Asas
Tak ada perubahan pada asas partai. Konsisten berasas Islam. Dalam koalisi Prabowo-Sandi, PKS jadi satu-satunya partai berasas Islam.
Jumlah Suara
Pada 2009, PKS memperoleh 8.206.955 (7,88 persen). Bersama Partai Demokrat, PKS jadi partai yang mengalami lonjakan suara dari pemilu 2004 meski tak sedrastis partainya SBY.
Padahal, banyak lembaga survey yang memprediksi PKS tak lolos ke Senayan karena suaranya sekitar 3 persenan.
Pada 2019, berbagai lembaga survey juga memperkirakan demikian. Suara PKS pada kisaran 3-4 persen dan belum aman untuk lolos Parliamantary Treshold.
Tapi, pengurus, kader dan simpatisan optimistis. Targetnya 12 persen. Melihat selalu melesetnya lembaga survey jika memprediksi PKS, maka target tersebut sangat rasional.
Dinamika Internal
2009 ada wacana menjadikan PKS sebagai partai terbuka. Sempat jadi sorotan publik. Tapi seiring waktu hilang dengan sendirinya karena pada dasarnya, meski berasas Islam, PKS tetap terbuka bagi semua kalangan.
2019 ada dinamika internal. Tapi partai ini nyatanya tetap solid. Kadernya terus bergerak di akar rumput dan media sosial. Para pimpinannya pun berhasil mengorganisir partai dan menggerakkan kader. PKS sukses mengatasi dinamika internalnya.
Tak salah jika AS Hikam, Menteri Riset dan Teknologi di era Presiden Gus Dur pernah berujar:
"Manajemen kontrol kerusakan (damage control management) PKS patut diacungi jempol dan ditiru oleh partai lain."
Peduli Bencana
2009, kader PKS kerap turun membantu korban bencana. Gempa di Jawa Barat, juga Manokwari, Papua serta daerah lainnya.
2019, masih banyak kader PKS yang bertahan di lokasi bencana sejak 2018. Dari Lombok NTB, Palu hingga Banten.
Kepedulian terhadap masyarakat yang terkena bencana sepertinya sudah jadi DNA partai ini. Bahkan sering jadi yang pertama datang, bahu-membahu bersama TNI dan FPI.
Dukungan Ulama dan Umat
2009, umat masih belum terkonsolidasi dengan baik. Dukungan ulama dan umat terfragmentasi pada banyak partai Islam. 
2019, umat dan ulama sudah terkonsolidasi sangat baik. Kesadaran politiknya meningkat paska 212. Mereka pun sudah bisa memilah mana partai yang konsisten bersama umat dan ulama, mana yang tidak.
Keistiqomahan PKS membersamai umat dan ulama sudah terbukti. Puncaknya pada Pilkada DKI Jakarta 2017. Saat partai Islam merapat ke Ahok yang sudah menista agama Islam, PKS justru melawannya. 
Tak cuma itu, PKS juga mengalah dengan tidak menjadikan Mardani Ali Sera sebagai cawagub demi kepentingan yang lebih besar. Sikap semacam ini juga dilakukan pada Pilgub Jabar 2018 dan Pilpres 2019.
Bicara soal ini, dengarkan saja apa kata Ketua GNPF Ulama Ustadz Yusuf Martak.
"PKS itu jelas tidak pernah abu-abu terhadap GNPF dari sejak dilakukannya aksi jalanan, dari saat awal kita menekan Bareskrim, hingga aksi 411 dan 212. PKS jelas ikut kontribusi, terlibat, dan tidak abu-abu,"ujarnya.
Terakhir, ternyata ada kesamaan PKS pada 2009 dan 2019. Yakni nomor urutnya yang sama-sama 8. Semoga, 2019 ini suara PKS jadi "gemuk" dibandingkan 2009. Seperti perubahan para netizen yang tubuhnya tak lagi kurus pada 2019 ini.

Sumber :