Senin, 25 Juli 2016

Sejak Santoso Tewas Khawatir Akan Dilaunching Nama Baru


Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah Busyro Muqoddas mempertanyakan tren pemberantasan teroris yang dilakukan aparat penegak hukum.
Alih-alih mengurangi populasi teroris yang ada, namun pelaksanaan operasi justru sebaliknya.
"Sekarang justru timbul pertanyaan yang bersifat hipotesis, apakah ada terorisme by design? Sejak 2001 sampai 2016, teroris itu jumlahnya tidak turun, tidak juga flat, tapi justru naik," kata Busyro di Kantor PP Muhammadiyah, Jakarta, Senin (25/7/2016).
Baru-baru ini, tim satgas gabungan Operasi Tinombala yang terdiri atas TNI-Polri, menewaskan Santoso dalam sebuah baku tembak di Poso, Sulawesi Tengah, pekan lalu.
Santoso diketahui merupakan gembong teroris paling dicari aparat, yang juga merupakan pimpinan kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT).
Adapun yang menjadi persoalan, kata Busyro, kematian Santoso tidak menjadi jaminan jika pergerakan teroris yang ada akan selesai begitu saja.
Dalam operasi tersebut, Santoso tewas bersama rekannya bernama Muchtar. Namun, sebelum identitas keduanya resmi dirilis aparat, sempat terungkap nama Basri, yang diduga tewas bersama Santoso dalam operasi tersebut.
Belakangan, nama itu dianulir aparat. "Sejak Santoso tewas, ini khawatirnya akan 'dilaunching' nama baru. Sekarang muncul nama Basri. Saya tidak tahu siapa Basri," kata Busyro.
Menurut polisi, Basri merupakan orang kepercayaan Santoso di kelompok tersebut. Selain Basri, ada nama Ali Kalora juga diketahui merupakan orang kepercayaan Santoso.
Polri memprediksi jika keduanya akan menjadi "panglima cadangan" yang akan memimpin MIT setelah Santoso tewas.
Busyro menambahkan, jika nantinya Operasi Tinombala dilanjutkan untuk memburu anak buah Santoso, tidak menutup kemungkinan Basri akan tewas di tangan aparat.
Menurut dia, aparat sebaiknya mencari pendekatan lain di dalam memberantas terorisme di Tanah Air. Sebab, dikhawatirkan upaya pemberantasan itu akan menimbulkan masalah pelanggaran HAM baru.
Terlebih, saat ini muncul wacana untuk menambah wewenang TNI di dalam penanggulangan teroris. Wacana itu muncul seiring berkembangnya rencana revisi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
"Apakah nanti Basri di-Santoso-kan? Apakah nanti setelah Basri, tidak muncul nama baru? Kita tidak tahu," tandasnya.
Sumber :