Rabu, 06 November 2013

Rp 10 Trilyun, Harga yang Pantas Untuk LHI


Persidangan kasus suap impor daging mulai memasuki babak penuntutan. Setelah sekian lama masyarakat diombang-ambing oleh rumor dan ketidakpastian, akhirnya keputusan menjelang. 
Siapa yang salah, bagaimana duduk perkaranya, dan apa hukumannya akan ditetapkan. 
Ahmad Fathonah si playboy cap tempurung telah dijatah 17,5 tahun penjara. Yang lain-lain segera menyusul, termasuk tentu saja, sang lakon utama yang fenomenal, Mantan Presiden PKS, Luthfi Hassan Ishaq. 
Sebagai warga negara yang baik, adalah penting bagi kita mengapresiasi KPK sebagai instrument negara menjalankan penegakan hukum. Seiring dengan itu pula, sebagai warganegara yang baik, kita mengharapkan performa hukum dijalankan dengan benar, tanpa dusta dan kepalsuan yang mencederai masa depan penegakan hukum negeri ini. 
Terkait dengan penaganan kasus ini oleh KPK, patut disayangkan bahwa Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sebagai salah satu suprastruktur demokrasi ikut terkena imbas. Institusi yang juga merupakan asset berharga milik bangsa itu luluh-lantak menjadi bulan-bulanan caci-maki, menjadi bak penampungan segala kekotoran ketika sifat-sifat manusia yang paling menjijikkan naik ke permukaan… 
Pidana pokok dalam kasus ini, sebagaimana disampaikan oleh Dirdik Yanmas KPK sekaligus Jubir KPK Johan Budhi yang bukan sarjana hukum itu, adalah kurang lebih sbb: Luthfi Hassan Ishaq dalam kapasitasnya sebagai penyelenggara negara yang memiliki kewenangan konstitusional mengatur kuota impor daging, telah menerima suap dari PT Indoguna uang tunai sejumlah Rp. 40 milyar, sehingga PT Indoguna mendapatkan penambahan kuota impor melebihi jumlah yang semestinya. Dua alat bukti yang sah dan meyakinkan sebagaimana diatur dalam UU Tipikor telah dimiliki oleh KPK. 
Validitas dua alat bukti yang meyakinkan itu, sejauh ini belum pernah ditunjukkan oleh Johan Budhi kepada pihat-pihak yang berkepentingan, termasuk masyarakat luas. Ini penting karena masyarakat perlu tahu apakah Hukum Negara dijalankan sebagaimana mestinya. Harus akuntabel dan terukur, demi memupuk kepercayaan. 
Selama ini masyarakat pemerhati hukum masih bertanya-tanya: Apakah benar LHI itu penyelenggara negara yang memiliki kewenangan menetapkan kuota impor daging? Apakah LHI benar-benar menerima suap Rp. 40 milyar? Apakah benar PT Indoguna mendapatkan jatah penambahan kuota sebagai akibat suap itu? Apakah benar perbuatan LHI itu telah menimbulkan kerugian keuangan negara? Bagaimana kronologinya, kejadiannya, kapan terjadi dan dimana tempatnya? 
Meskipun tampak ‘mustahil’, tetapi semoga saja Jaksa Tipikor telah memilikinya, dan para Hakim Tipikor mengakuinya sebagai bukti yang sah dan meyakinkan. Keabsahan bukti itu penting, karena bukti adalah elemen fundamental mengenai terjadinya tindak kejahatan. Tanpa bukti maka para hakim akan membebaskan terdakwa. 
Apabila ada hakim memutus perkara tanpa bukti, lebih-lebih mengingkari citra ilahiyah yang melekat pada kedudukannya, maka tunggulah azab dari alam semesta. Cepat atau lambat, kebenaran akan muncul dengan caranya sendiri! 
Itulah mengapa UU Tipikor itu mesti dijalankan dengan penuh kehati-hatian. Terlalu besar resikonya jika UU ini digunakan secara sembrono dan terburu-buru (Prof. Romli Atmasasmita, konseptor UU Tipikor). 
Apabila Hakim Tipikor memutuskan terdakwa bebas dari segala tuntutan, maka hak-hak terdakwa mesti segera dipulihkan. Dalam hal ini KPK bertindak atas nama negara, maka negara-lah yang menanggung proses rehabilitasi itu. 
Di dalam UU Tipikor dimuat dengan jelas, antara lain mengembalikannya kepada kedudukan semula dan membayar sejumlah ganti rugi immaterial atas penghancuran karakter yang dialaminya akibat tuduhan yang salah itu. 
Jika LHI diputus bebas, berapa kira-kira jumlah ganti rugi immaterial yang sepadan untuknya? Rp. 40 milyar, Rp. 100 milyar atau Rp. 1 trilyun? Tidak ada standar nilai untuk harga diri seseorang, karena tak ada jualannya di pasar daging. 
Namun melihat penghinaan yang dialaminya, keluarganya, PKS yang dipimpinnya, sekaligus memberi pelajaran kepada kesombongan aparatur hukum di negara ini, maka Rp. 10 trilyun rupiah itu adalah harga yang pantas. Atau berapa pun yang diminta oleh LHI dkk maka negara wajib memenuhinya. 
Negara tak boleh menolak membayar klaim ini dengan alasan apa pun, demi harga diri bangsa. Tak sepatutnya negara besar yang kaya sumber daya alam ini menunggak hutang kepada seorang penyanyi dangdut bernama Vitaly Sesha. 
Apa kata dunia! Misalkan kas negara sedang kosong, diharapkan Menkeu RI segera berangkat ke Amerika untuk ‘nyilih utang’ ke IMF, tempat Sri Mulyani bertugas. Pandai-pandai menceritakan permasalahan kita ini kepada orang ‘sono’. 
Atau, jika negara benar-benar keberatan membayar ganti rugi, ada satu cara yaitu kembali merekayasa hukum. Runding-rundinglah antara hakim, jaksa dan perwakilan pemerintah agar LHI tetap dinyatakan bersalah dan divonis 20 tahun penjara segera masuk. Sita pula seluruh harta bendanya, apa pula sulitnya. 
Tetapi itu bukan pilihan yang menguntungkan bagi perjalanan Bangsa Indonesia ke depan. Apa boleh buat, jaman jahiliyah sudah lama berlalu. Seluruh dunia mengikuti kasus ini dengan seksama. 
Jika Bangsa Indonesia ternyata masih menjalankan budaya primitif dalam penegakan hukum, bisa-bisa Negara-negara Dunia Ke-III menganggap peradaban Bangsa Indonesia pada masa sekarang ini belum beranjak jauh dari peradaban monyet! 
Pening kepala akhirnya! 
Tulisan ini tidak bermaksud mempengaruhi sidang yang sedang berlangsung. Tulisan ‘kecengan’ seperti ini tak mungkin mempengaruhi keputusan Hakim Tipikor. Atau apakah dikhawatirkan berpotensi mempengaruhinya? Bhuahaha…haha..ha, itu bukan pengadilan ‘kecengan’ boss! 
Selamat Beraktifitas.
Tengku Bintang
Kompasiana
Sumber :
=================================================================================

PKS Tusuk Jantung Istana
Jakarta - Kesaksian mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq di sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta terkait Bunda Putri yang disebut orang dekat Presiden SBY seperti menusuk jantung Istana. Lagi-lagi Istana disebut terseret dalam pusaran kasus korupsi.
Kesaksian Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq dalam persidangan terdakwa Ahmad Fathanah di Pengaddilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (10/10/2013) menyebutkan sosok Bunda Putri sebagai orang dekat Presiden SBY. "Bunda Putri ini adalah orang yang setahu saya dekat dengan Presiden SBY," ungkap mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq.
Kesakian Luthfi Hasan Ishaaq yang di bawah sumpah al-Quran dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta ini langsung mendapat reaksi keras dari Presiden SBY beberapa jam setelah kesaksian tersebut. Begitu mendarat di Halim Perdana Kusumah usai rangkaian acara APEC di Bali dan KTT ASEAN di Brunei Darussalam, SBY langsung membantah kesakian Luthfi Hasan Ishaaq.
Presiden SBY menyebutkan kesaksian Luthfi Hasan Ishaaq merupakan bohong besar. Ia membantah kesaksian Luthfi Hasan Ishaaq ihwal kedekatan dirinya dengan Bunda Putri. "Bunda Putri orang dekat dengan SBY, 1.000 persen Luthfi bohong," tegas SBY.

Lebih lengkap di :
=================================================================
Kebenaran Perlahan Terbuka Lebar
Perlahan Namun Pasti, Kebenaran Terungkap. PKS dan Kadernya tidak mau menaikkan Kuota Daging Sapi, Akhirnya Ustadz LHI di Fitnah dan Dibunuh Karakternya. Persidangan kasus impor daging sapi yang sejak awal sangat janggal terus berjalan, Luthfi Hasan Ishaq (LHI) selaku target utama kasus ini mulai bersuara dipersidangan, kali ini LHI menyebutkan sosok Bunda Putri yang merupakan utusan SBY yang merupakan sosok dibalik kasus ini. Yang menjadi menarik adalah ketika sosok Bunda Putri disebutkan, SBY langsung kalap dengan melontarkan penolakanya bahwa dirinya tidak mengenal Bunda Putri (10/10/2013). Nampak sekali terlihat respon yang berlebihan dari SBY menimbulkan beragam pertanyaan public tentang siapa sebenarnya sosok bunda putri ini? Mari kita bahas lebih mendalam tentang sosok Bunda Putri ini dan menarik benang merang antara Bunda Putri, Sengman, SBY dan akhirnya LHI dengan kasus kuota daging sapi impornya.

Lebih lengkap di :
=================================================================
[Misteri Bunda Putri] Fadel Muhammad Akui Jenderal Ahmadi Pendiri Golkar
Jakarta  — Wakil Ketua Umum Partai Golkar Fadel Muhammad mengenal Jenderal Ahmadi sebagai pendiri partai beringin tersebut.
"Ya, (Jenderal Ahmadi) adalah salah satunya. Dia pernah jadi Ketua Golkar DKI Jakarta," kata Fadel kepada Aktual.co, Jumat (11/10).
Jenderal Ahmadi, sambung Fadel, adalah perwira TNI Angkatan Darat yang bertugas di DKI Jakarta.
Ia tidak berafiliasi dengan ormas-ormas yang membentuk partai atau yang terbentuk dari Golkar.
Ketika dikonfirmasi soal anak dari Ahmadi, termasuk sosok Bunda Putri yang diklaim sebagai anak Jenderal Ahmadi, Fadel mengaku tidak tahu.
Sebelumnya, Ketua Dewan Pertimbangan Partai DPP Partai Golkar, Akbar Tandjung mengaku mengenal sosok Ahmadi yang disebut sebagai ayah dari bunda putri. Namun Akbar tak mengetahui jika Ahmadi memiliki anak bernama bunda putri.

Lebih lengkap di :
=================================================================
Inilah Dua Tokoh Misterius Dalam Kasus Suap Impor Daging Sapi
PKS Nongsa - Ada dua ‘tokoh’ dalam kasus suap kuota impor daging yang masih misterius, yaitu Bunda Putri dan Sengman. Keduanya dibuka oleh Ridwan Hakim, putra Ketua Majelis Syuro PKS Hilmi Aminuddin.
Saat ini yang mulai muncul titik terang adalah Sengman. Ridwan menyebut Sengman adalah utusan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang dititipi uang Rp40 miliar dari PT Indoguna Utama.
Ketua DPR yang juga Wakil Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Marzuki Alie secara terpisah mengaku kenal dengan seseorang yang bernama Sengman. Marzuki kenal Sengman di Palembang, kota kelahirannya. Ketika itu, ia dan Sengman sesama pengusaha. “Sengman pengusaha hotel di Palembang. Tapi kami tidak pernah bertemu lagi. Hotelnya juga sudah dijual,” kata Marzuki.

Lebih lengkap di :